Keutamaan Dan Hikmah Qurban
|
|
Di
dalam syariat yang dibawa oleh Rasulullah Saw, perintah dan larangan selalu ada
dan terus berjalan kepada setiap hamba selama ruh masih bersama jasadnya. Dan
selama itu pula manusia dapat menambah kedekatannya kepada Allah swt dengan
melakukan perintah-perintah syariat yang mulia. Baik yang berupa kewajiban
maupun yang sunnah.
Dan
kesunnahan yang dilakukan si hamba inilah yang menjadi bukti keberhasilannya
dan keuntungannya dalam kehidupan dunia. Sebab ibadah wajib ibarat modal
seseorang, mau tidak mau, suka tidak suka dia harus menjalankannya, sedang amal
sunnah itulah keuntungannya. Alangkah ruginya manusia jika di dunia hanya
beribadah yang wajib saja atau dengan kata lain setelah bermuamalah dia kembali
modal, tidak mendapat keuntungan sedikitpun. Maka ibadah sunnah ini hendaknya
kita kejar, kita amalkan, sebab itulah bukti kesetiaan kita dalam mengikuti dan
mencintai Rasulullah Saw, beliau saw bersabda (yang artinya): “Barang siapa menghidupkan sunnahku, maka dia telah
mencintaiku, dan siapa yang mencintaiku, maka kelak akan berkumpul bersamaku di
surga “.
(HR. As Sijizi dari Anas bin Malik, lihat Al Jami’ush Shoghir).
Bahkan
dalam hadits qudsi Allah menyatakan bahwa Dia sangat cinta kepada hamba yang
suka menjalankan amal-amal sunnah, sehingga manakala Dia telah mencintai hamba
tersebut, Dia akan menjaga matanya, pendengarannya, tangan dan kakinya. Semua
anggota tubuhnya akan terjaga dari maksiat dan pelanggaran. Sebagaimana
diriwayatkan oleh Imam Al Bukhori dari Abu Hurairah RA.
Dari
sekian banyak sunnah yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW adalah melakukan
qurban, yaitu menyembelih binatang ternak, berupa onta, atau sapi(lembu) atau
kambing dengan syarat dan waktu yang tertentu. Bahkan kesunnahan berqurban ini
adalah sunnah muakkadah, artinya kesunnahan yang sangat ditekankan dan
dianjurkan.
Sebagaimana
diriwayatkan oleh imam Muslim dalam Shohihnya dari Anas bin Malik, beliau
berkata : “Rasulullah saw berudhiyah (berkurban) dengan dua kambing
putih dan bertanduk, beliau menyembelih dengan tangan beliau sendiri yang
mulia, beliau mengawali (penyembelihan itu) dengan basmalah kemudian bertakbir…” Tapi
hendaknya kita mengetahui bahwa kesunnahan kurban adalah untuk umat Nabi
Muhammad saw, sedang bagi beliau justru adalah sebagai kewajiban, ini termasuk
sekian banyak kekhususan yang diberikan oleh Allah kepada Rasulullah saw.
Pengertian
qurban secara terminologi syara' tidak ada perbedaan, yaitu hewan yang khusus
disembelih pada saat Hari Raya Qurban ('Idul Al-Adha 10 Dzul Hijjah) dan
hari-hari tasyriq (11,12, dan 13 Dzul Hijjah) sebagai upaya untuk mendekatkan
diri (taqarrub) kepada Allah SWT.
Dalam
Islam qurban disyariatkan pada tahun kedua Hijriah. Saat itu Rasulullah keluar
menuju masjid untuk melaksanakan shalat 'Idul Adha dan membaca khutbah `Id.
Setelah itu beliau berqurban dua ekor kambing yang bertanduk dan berrambut
putih.
Tradisi
qurban sebetulnya telah menjadi kebiasaan umat-umat terdahulu, hanya saja
prosesi dan ketentuannya tidak sama persis dengan yang ada dalam syariat
Rasulullah. Allah SWT befirman, "Bagi tiap-tiap umat telah Kami tetapkan
syariat tertentu yang mereka lakukan, maka janganlah sekali-kali mereka
membantah kamu (Muhammad) dalam urusan syariat ini. Dan serulah kepada agama
Tuhanmu, sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan yang lurus" (QS
AI-Haj: 67).
Bahkan
qurban telah menjadi salah satu ritus dalam sejarah pertama manusia. Seperti
dikisahkan dengan jelas dalam AI-Quran surah Al-Maidah ayat 27 mengenai prosesi
qurban yang dilakukan oleh kedua putra Nabi Adam AS, qurban diselenggarakan
tiada lain sebagai refleksi syukur hamba atas segala nikmat yang dianugerahkan
Tuhannya, di samping sebagai upaya taqarrub ke hadirat-Nya.
Dalil Qurban dan
Keutamaan berkurban
Allah
SWT berfirman, "Maka dirikanlah
shalat karena Tuhanmu dan sembelihlah" (QS Al-Kautsar: 1-2). Mayoritas
ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan shalat di sini adalah shalat hari
`Idul Adha, sedangkan yang dimaksud dengan menyembelih adalah menyembelih hewan
qurban.
Diriwayatkan
oleh Imam At Tirmidzi, Ibnu Majah dan al Hakim dari Zaid bin Arqam, bahwsanya
Rasulullah saw bersabda (yang artinya): “Al Udhiyah (binatang kurban), bagi pemiliknya (yang
berkurban) akan diberi pahala setiap satu rambut binatang itu satu kebaikan.“
Diriwayatkan
oleh imam Abul Qasim Al Ashbahani, dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib, bahwa
Rasulullah saw bersabda (yang artinya): “Wahai Fathimah, bangkitlah dan saksikan penyembelihan
binatang kurbanmu, sungguh bagimu pada awal tetesan darah binatang itu sebagai
pengampunan untuk setiap dosa, ketahuilah kelak dia akan didatangkan (di hari
akhirat) dengan daging dan darahnya dan diletakkan diatas timbangan kebaikanmu
70 kali lipat.“
Rasulullah
saw bersabda (yang artinya) : “Barang siapa berkurban dengan lapang dada (senang hati)
dan ikhlas hanya mengharap pahala dari Allah, maka dia akan dihijab dari neraka
(berkat udhiyahnya).“. (HR. Ath Thabarani dari Al Husein bin
Ali)
Dalil
dari hadits, dari Siti Aisyah RA, Rasulullah SAW bersabda (yang artinya) : “Tiada amal anak-cucu Adam pada waktu Hari Raya Qurban
yang lebih disukai Allah daripada mengalirkan darah (berqurban). Dan bahwasanya
darah qurban itu sudah mendapat tempat yang mulia di sisi Allah sebelum jatuh
ke tanah. Maka laksanakan qurban itu dengan penuh ketulusan hati." (HR. At Tirmidzi)
Dari Anas RA, ia berkata, “Nabi SAW mengurbankan dua ekor kambing yang putih-putih dan bertanduk. Keduanya disembelih dengan kedua tangan beliau yang mulia setelah dibacakan bismillah dan takbir, dan beliau meletakkan kakinya yang berbarakah di atas kedua kambing tersebut” (HR Muslim).
Rasulullah
SAW bersabda tentang keutamaan qurban bahwasanya qurban itu akan menyelamatkan
pemiliknya dari kejelekan dunia dan akhirat. Beliau juga bersabda (yang
artinya) : “Barang siapa telah melaksanakan qurban, setelah orang itu
keluar dari kubur nanti, ia akan menemukan qurbannya berdiri di atas
kuburannya, rambut qurban itu terdiri dari belahan emas, matanya dari yaqut,
kedua tanduknya dari emas pula. Lalu ia terheran-heran dan bertanya, 'Siapa
kamu ini? Aku belum pernah melihat sesuatu seindah kamu.'
Hewan itu menjawab, "Aku adalah qurbanmu yang engkau persembahkan di dunia sekarang. Naiklah ke alas punggungku". Kemudian ia naik dan berangkatlah mereka sampai naungan Arasy, di langit yang ketujuh.”
Hewan itu menjawab, "Aku adalah qurbanmu yang engkau persembahkan di dunia sekarang. Naiklah ke alas punggungku". Kemudian ia naik dan berangkatlah mereka sampai naungan Arasy, di langit yang ketujuh.”
Rasulullah
SAW bersabda (yang artinya) : “Perbesarlah qurban-qurban kalian, sebab
qurban itu akan menjadi kendaraan-kendaraan dalam melewati jembatan AshShirat
menuju surga." (HR Ibnu Rif'ah)
Dalam
satu riwayat disebutkan, Nabi Dawud AS pernah bertanya kepada Allah SWT tentang
pahala qurban yang diperoleh umat Nabi Muhammad SAW. Allah
SWT menjawab, "Pahalanya adalah,
Aku akan memberikan sepuluh kebajikan dari setiap satu helai rambut qurban itu,
akan melebur sepuluh kejelekan, dan akan mengangkat derajat mereka sebanyak
sepuluh derajat. Tahukah engkau, wahai Daud, bahwa qurban-qurban itu adalah kendaraan-kendaraan
bagi mereka di hari kiamat nanti, dan qurban-qurban itu pula yang menjadi
penebus kesalahan-kesalahan mereka."
Sayyidina
Ali RA berkata, "Apabila seorang hamba telah berqurban, setiap tetesan
darah qurban itu akan menjadi penebus dosanya di dunia dan setiap rambut dari
qurban itu tercatat sebagai satu kebajikan baginya".
Hikmah yang bisa kita
ambil dari qurban adalah:
Pertama, untuk mengenang nikmat-nikmat yang diberikan Allah
kepada Nabi Ibrahim dengan digagalkannya penyembelihan putranya, Ismail AS,
yang ditebus dengan seekor kambing dari surga.
Kedua, untuk membagi-bagikan rizqi yang diberikan oleh Allah
SWT kepada umat manusia saat Hari Raya 'Idul Adha, yang memang menjadi hari
membahagiakan bagi umat Islam, agar yang miskin juga merasakan kegembiraan
seperti yang lainnya. Sebagaimana telah disabdakan oleh Nabi Muhammad Saw
(artinya): "Hari Raya Qurban adalah hari untuk makan, minum dan
dzikir kepada Allah" (HR. Muslim).
Ketiga, untuk memperbanyak rizqi bagi orang yang berqurban,
karena setiap hamba yang menafkahkan hartanya di jalan Allah akan mendapatkan
balasan berlipat ganda.
Kisah Sayyiduna Abdullah
bin Abdul Mutthalib
Dalam
Islam, qurban tidak sekadar memiliki dimensi religius, yang menghu bungkan
makhluk dengan Allah, Pencipta alam semesta. Qurban bukan sekadar ritus
penyembelihan binatang dan aktivitas membagikan daging hewan kepada mereka yang
tidak mampu. la pun memiliki dimensi sosial. Qurban juga memiliki akar sejarah
yang demikian kuat dan memiliki posisi vital di tengah-tengah masyarakat.
Berhubungan
dengan sejarah qurban seperti yang umum diketahui oleh umat Islam tentang
awalnya syariat qurban diturunkan, ada satu kisah yang menarik dari Rasulullah
sehingga beliau menyatakan dirinya sebagai anak dua sembelihan.
Kisahnya
ketika Abdullah bin Abdul Muthalib belum dilahirkan. Ayahnya, Abdul Muthalib,
pernah bernazar bahwa, jika anaknya laki-laki sudah berjumlah sepuluh orang,
salah seorang di antara mereka akan dijadikan qurban. Setelah
istri Abdul Muthalib melahirkan lagi anak laki-laki, genaplah anak laki-lakinya
sepuluh orang. Anak laki-laki yang kesepuluh itu tidaklah diberi nama dengan
nama-nama yang biasa, tapi diberi nama dengan nama yang arti dan maksudnya
berlainan sekali, yaitu dengan nama "Abdullah", yang artinya
"hamba Allah".
Selanjutnya
setelah Abdullah berumur beberapa tahun, ayahnya, Abdul Muthalib, belum juga
menyempurnakan nazarnya. Pada suatu hari dia mendapat tanda-tanda yang tidak
tersangkasangka datangnya yang menyuruhnya supaya menyempurnakan nazarnya. Oleh
sebab itu bulatlah keinginannya agar salah seorang di antara anak laki-lakinya
dijadikan qurban dengan cara disembelih.
Sebelum
pengurbanan itu dilaksanakan, dia lebih dulu mengumpulkan semua anak
laki-lakinya dan mengadakan undian. Pada saat itu undian jatuh pada diri
Abdullah, padahal Abdullah adalah anak yang paling muda, yang paling bagus
wajahnya dan yang paling disayangi dan dicintai. Tetapi apa boleh buat,
kenyataannya undian jatuh padanya, dan itu harus dilaksanakan.
Seketika
tersiar kabar di seluruh kota Makkah bahwa Abdul Mutthalib hendak mengurbankan
anaknya yang paling muda. Maka datanglah seorang kepala agama, penjaga Ka'bah,
menemui Abdul Mutthalib, untuk menghalang-halangi apa yang akan diperbuat Abdul
Mutthalib.
Kepala
agama itu memperingatkan untuk tidak melakukan perbuatan tersebut. Jika hal itu
sampai dilaksanakan, sudah tentu kelak akan dicontoh oleh orang banyak, karena
Abdul Muthalib adalah seorang wali negeri pada masa itu dan dia mempunyai
pengaruh yang sangat besar di kota Makkah. Oleh sebab itu, apa yang akan
dilakukannya tentu akan jadi panutan bagi warga lain. Si pemuka agama ini
mengusulkan agar nazar tersebut diganti saja dengan menyembelih seratus ekor
unta.
Berhubung
kepala agama penjaga Masjidil Haram telah memperkenankan bahwa nazar Abdul
Muthalib cukup ditebus dengan seratus ekor unta, disembelihlah oleh Abdul
Muthallib seratus ekor unta di muka Ka'bah. Dengan demikian Abdullah urung jadi
qurban.
Karena peristiwa itu pada waktu Nabi SAW telah beberapa tahun lamanya menjadi utusan Allah, Rasulullah pernah bersabda (yang artinya), "Aku anak laki-laki dari dua orang yang disembelih." Maksud Rasulullah, beliau adalah keturunan dari Nabi Ismail AS, yang juga akan disembelih tapi lalu diganti Allah dengan kibas, dan anak Abdullah, yang juga akan disembelih tapi kemudian diganti dengan seratus ekor unta.
Karena peristiwa itu pada waktu Nabi SAW telah beberapa tahun lamanya menjadi utusan Allah, Rasulullah pernah bersabda (yang artinya), "Aku anak laki-laki dari dua orang yang disembelih." Maksud Rasulullah, beliau adalah keturunan dari Nabi Ismail AS, yang juga akan disembelih tapi lalu diganti Allah dengan kibas, dan anak Abdullah, yang juga akan disembelih tapi kemudian diganti dengan seratus ekor unta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dalam berkomentar diharapkan menggunakan bahasa yang santun dan jelas ya.....
Dimohon tidak beriklan di sini!!!
Terima kasih